BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Pneumothorak adalah keadaan
terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga
pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga
dada. ( Aru W. Sudoyono dkk, 2007 : hal
1063 )
Pneumothorak adalah kolapsnya
sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke
ruang pleura yang mengelilingi paru. terdapat berbagai jenis pneumothorak;
terbuka, spontan, dan tension pneumothorak. ( Elizabeth J. Corwin, 2009 : hal
550 )
Pneumotorax adalah terdapatnya udara
dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps. ( Subianto,
Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Pneumothorak. Diambil pada tanggal 10 Juli 2012 pukul 10:01 dari webside http://teguhsubianto.asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-pneumothorak )
Pneumotoraks merupakan keadaan
emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai
akibat dari proses penyakit atau cedera. ( wikipedia. (
2008 ). Pneumothorak. Diakses pada
tanggal 9 Juli 2012 pukul 23.50 WIB dari webside http://en.wikipedia.org )
B.
Etiologi dan Klasifikasi
1. Pneumothorak
spontan
Pneumothorak spontan
adalah setiap pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (
trauma ataupun iatrogenic ).
Pneumothorak spontan dibagi berdasarkan penyebab dalam
2 jenis yaitu :
a. Pneumothorak
Spontan Primer ( PSP )
Pneumothorak Spontan
Primer ( PSP ) adalah suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat
penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu yang sehat,
tidak berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat justru terjadi pada
istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
b. Pneumothorak
Spontan Sekunder ( PSS )
Pneumothorak Spontan
Sekunder ( PSS ) adalah suatu pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru
yang mendasarinya ( Tuberkulosis Paru, PPOK, Asma Bronkial, Pneumonia, Tumor
Paru, dan sebagainya)
2. Pneumothorak
traumatic
Pneumothorak traumatic
adalah pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
pneumothorak traumatic diperkirakan 40% dari semua kasus pneumothorak.
Pneumothorak traumati tidak harus dusertai fraktur iga maupun luka penetrasi
yang terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat
menimbulkan pneumothorak. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada
adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun saat dilakukan
kanulasi vena sentral ( Loddenkemper, 2003 ).
C.
Patofisiologi
1. Proses
perjalanan penyakit
Pada manusia normal
tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan karena
kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang
cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara
intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun,
maka udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi
keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme
di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui
dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan
menutup.
Perubahan patofisiologi
yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
a.
Kegagalan ventilasi
b.
Kegagalan pertukaran gas pada tingkat
alveolar.
c. Kegagalan
sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas
dapat menyebabkan hipoksia.
2. Manifestasi
klinis
Berdasarkan anamnesa,
gejala-gejala ynag sering muncul adalah sesak napas, nyeri dada tajam yang
timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam
atau terbatuk, batuk-batuk. Adapun berdasarkan hasil pemeriksaan fisis
didapatkan suara napas melemah sampai hilang, resonansi perkusi dapat normal
atau meningkat/hipersonor. Fremitus raba menurun. Adanya ketidak simetrisan
antara dinding dada saat klien ekspirasi. Pneumothorak tension dicurigai
apabila didapatkan adanya takikardi berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum
atau trakea.
3. Komplikasi
a. Tension
pneumothorak
Keadaan dimana terjadi
mekanisme check valve yaitu pada saat
inspirasi udara masuk ke dalam rongga
pleura. Tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.
Ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan yang berlebihan di pleura. Hal ini
mengakibatkan terdorongnya jantung dan pembuluh darah besar ke sisi yang
berlawanan sehingga terjadi gangguan pada system kardiovaskuler.
b. Penumotoraks Bilateral
Adanya pneumothorak pada salah satu sisi paru dapat
mengakibatkan peningkatan pada tekanan
intrapleura. Bila peningkatan terjadi secara terus menerus menyebabkan
meluasnya kompresi udara hingga ke bagian paru pada sisi yang sehat sehingga
mengakibatkan kolapsnya paru sisi sehat ( bilateral pneumothorak ).
c. Empisema
Emfisema merupakan
keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara
walaupun setelah ekspirasi akibat dari kollapsnya jalan untuk mengeluar udara
sehingga udara terperangkap dan akan terjadi kerusakan area distal dinding
bronkiolus ( alveoli ) . keadaan ini mengakibatkan menurunnya permukaan alveoli
sehingga terjadi kerusakan pertukarankan adanya gas.
d. Gagal
napas
Adanya akumulasi udara
pada rongga pleura mengakibatkan adanya penekanan pada paru. adanya penekanan pada paru ini
mengakibatkan kollapsnya alveoli dan mengakibatkan rusaknya pertukaran gas
sehingga terjadilah gagal napas.
e. Efusi
pleura
Adanya pergeseran
jantung dan pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan
intrapleura oleh udara dapat menyebabkan kelainan pada aliran darah paru.
sehingga terjadilah bendungan aliran darah dan terjadilah perbedaan tekanan
hidrostatika. Adanya perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan merembesnya
cairan dari pembuluh darah paru ke rongga pleura sehingga mengakibatkan
terjadinya efusi pleura.
D.
Penatalaksanaan
Medis
1. Bullow
Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat
berarti :
a.
Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh
darah besar atau kecil ( bila diakibatkan oleh traumatic ), sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shoks.
b.
Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang
terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c.
Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang
masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan
WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah
infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya
slang, dan pengganti verband minimal 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar
kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi
rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan
yang harus diperhatikan :
1) Penetapan
slang.
Slang diatur senyaman mungkin,
sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2) Pergantian
posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa
enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong
berkembangnya paru-paru.
1) Dengan
WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
2) Latihan
napas dalam.
3) Latihan
batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
4) Kontrol
dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan
keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction
harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit
selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah
operasi.
1) Perhatikan
banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
2) Perlu sering
dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik,
coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke
posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang
tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang
tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan
"slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam
botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada
dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat
pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian
botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap
penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
5) Penggantian
harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan.
6) Cegah bahaya
yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol
terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan
berhasil, bila :
1) Paru sudah
mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
2) Darah cairan
tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3) Tidak ada
pus dari selang WSD.
E.
Pengkajian
Keperawatan
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas maupun
istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, frekuensi
tidak teratur / dtsritmia, TD: Hipertensi/Hipotensi, Pucat, Hb turun /normal
3.
Integritas ego
Tanda : Ketakutan, gelisah
4.
Makanan / Cairan
Tanda : Adanya
pemasanga IV vena sentral /infuse tekanan
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada
unilateral, meningkat karna pernapasan, batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh
napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen(effuse pleura)
Tanda : Berhati-hati
pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan kening
6. Pernafasan
Gejala : Kesulitan
bernafas, lapar napas, Batuk, riwayat bedah dada/tarauma: penyakit paru kronis,
inflamasi/infeksi paru(empisema/effuse), penyakit interstisial
menyebar(sarkoidosis), keganasan( mis. Obstruksi tumor), Pneumothoraks spontan
sebelumnya : ruptur empisemtous bula spontan, bleb subpleural(PPOM)
Tanda : Peningkatan
frekuensi/ takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori
pernapasan pada dada, leher: rekraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat, bunyi
napas menurun atau tak ada, fremtus menurun . Perkusi dada : Hiperresonan di
atas area dada terisi udara (pnumothoraks), bunyi pekak diatas area dada yang
terisi cairan(hematoraks). Observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak
sama(paradoksis) bila trauma atau kempes, penurunan pengembanan toraks(area
yang sakit). Kulit: sianosis, berkeringat, kreatipikasi subkutan(udara pada jaringan
dengan palpasi). Mental : ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Penggunaan
vebtilasi mekanik tekanan positif/terapi PEET
7. Keamanan
Gejala : Adanya
trauma dada, Radiasi / kemoterapi untuk keganasan
Pemeriksaan
Diagnostik
1. Ro. Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau
cairan pada area pleura; dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal
(jantung). Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus
atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lussens karna berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut. Pada tension
pneumothorak gambaran foto dadanya
tampak jumlah udara pada hemithorak yang cukup besar dan susunan mediastinum
yang bergeser kearah kontralatreal.
2. Gas Darah
Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat
fungsi paru yang dipengaruhi atau gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan
mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun ;saturasi
O2 bisa menurun.
3. Torakasentesis
Menyatakan darah atau cairan
serosanguinosa.
4. Hb
Mungkin menurun, menunjukkan
kehilangan darah.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan.
2. Inefektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan
dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.
Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan dalam waktu cepat
5.
Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan
ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
6.
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
G. Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan
berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal.
Tujuan :
Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan
yang efektive.
b. Mengalami perbaikan pertukaran
gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor
penyebab.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya
dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang
tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Distress
pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi
dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan
tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang
diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik
d. Jelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasional : Pengetahuan apa yang
diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu
pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien
mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
f.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi
baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1)
Periksa
pengontrol penghisap untuk tekanan hisapan yang benar.
Rasional : Mempertahankan tekanan
negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan
2)
Periksa
batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
Rasional : Air penampung/botol
bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural
3)
Observasi
gelembung udara botol penampung.
Rasional : gelembung udara selama
ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka.
Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural
menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal
atau slang buntu.
4)
Posisikan
sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi
dranase bila
perlu.
Rasional : Posisi tak tepat,
terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan
5)
Catat
karakter/jumlah drainage selang dada.
Rasional : Berguna untuk mengevaluasi
perbaikan kondisi/terjadinya
perdarahan yang memerlukan upaya intervensi
g.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)
Pemberian
terapi oksigenasi
2)
Konsul
photo toraks.
3)
Fisioterapi
dada untuk melatih pengembangan paru
Rasional : Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
2.
Inefektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan :
Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
a.
Menunjukkan
batuk yang efektif.
b.
Tidak
ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
c.
Klien
nyaman.
Rencana tindakan :
a.
Jelaskan
klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang
diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b.
Ajarkan
klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk : napas dalam dan perlahan
saat duduk setegak mungkin. Lakukan pernapasan diafragma : Tahan napas selama 3
- 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
Rasional : Batuk yang tidak
terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. Dengan
duduk memungkinkan ekspansi paru lebih luas. Pernapasan diafragma menurunkan
frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Menahan napas selama 3-5
detik berfungsi untuk meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah
pengeluaran sekresi sekret. Adanya pengulangan ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
c.
Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Sekresi kental sulit
untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
atelektasis
d.
Ajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
Rasional : menghindari
pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
e.
Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Rasional : Hiegene mulut yang
baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
f.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)
Pemberian
expectoran
2)
Fisioterapi
dada.
3)
Konsul
photo toraks.
Rasional : Expextorant untuk
memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
3.
Perubahan
kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
Tujuan :
Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a.
Nyeri
berkurang/ dapat diadaptasi.
b.
Dapat
mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
c.
Pasien
tidak gelisah.
Rencana tindakan :
a. Jelaskan
dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b. Ajarkan
Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Rasional : Akan melancarkan peredaran darah,
sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi
nyerinya
c. Ajarkan
metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional : Mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal yang menyenangkan.
d. Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional : Istirahat akan merelaksasi semua
jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
e. Tingkatkan
pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik
f. Kolaborasi
denmgan dokter, pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri akan berkurang.
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik
klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat
4.
Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan dalam waktu cepat.
Tujuan : Klien mempertahankan keseimbangan
cairan selama prosedur tindakan WSD
Kriteria Hasil :
a.
memiliki
drainage output yang optimal
b.
turgor kulit spontan
c.
tanda–tanda
vital dalam batas normal
d.
mempertahankan
Hb
e.
hematokrit dan elektrolit dalam batas normal
f.
Orientasi
adekuat dan klien dapat beristirahat dengan nyaman.
Rencana tindakan :
a.
Catat drainage output setiap jam sampai delapan jam
kemudian 4 – 8 jam
Rasional : 40
– 100 ml cairan sangonius pada jam 8 post op adalah normal, tetapi kalau ada
peningkatan mungkin menunjukan indikasi perdarahan.
b.
Observasi tanda–tanda dehidrasi
Rasional : Hipotensi,
takikardi, takipnea, penurunan kesadaran, pucat diaporosis, gelisah merupakan
tanda–tanda perdarahan yang mengarah defisit volume cairan.
c.
Berikan intake yang optimal bila perlu melalui
parenteral
Rasional : Intake
yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan suplemen
tambahan.
5.
Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak
nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
Tujuan : Klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat
selama pemasangan WSD
Kritera Hasil :
a.
Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan
bergerak
b.
klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan
kemampuannya
c.
mobilitas
fisik sehari – hari terpenuhi
Rencana tindakan :
a.
Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD
Rasional : Mengetahui tangda – tanda awal terjadinya
kontraktur, sehingga bias dibatasi.
b.
Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari –
hari
Rasional : Nyeri yang meningkat akan membatasi
pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari mengalami gangguan.
c.
Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan
bahu dekat tempat insersi.
Rasional : Mencegah stasis vena dan kelemahan otot
d.
Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan
bantu ambulansi
Rasional : Mencegah stiffness dan kontraktur dari
kurangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi
e.
Berikan tindakan distraksi dan relaksasi
Rasional : Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan
kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari.
6.
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
Tujuan :
Klien bebas dari infeksi pada lokasi
insersi selama pemasangan WSD
Kriteria Hasil :
a.
Bebas dari tanda–tanda infeksi : tidak ada kemerahan,
purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa.
b.
Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a.
Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD
Rasional : Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari
hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal
b.
Kaji tanda – tanda infeksi
Rasional : Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan
indikasi infeksi
c.
Monitor reukosit dan LED
Rasional : Leukositosis dan LED yang meningkat
menunjukan indikasi infeksi
d.
Dorongan untuk nutrisi yang optimal
Rasional : Mempertahankan status nutrisi serta
mendukung system immune
e.
Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti
septic
Rasional : Perawatan luka yang tidak benar akan
menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
f.
Bila perlu berikan antibiotik sesuai program
Rasional : Mencegah atau membunuh pertumbuhan
mikroorganisme.
H.
Implementasi
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : Independen, Dependen,
dan Interdependen. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. ( Nursalam, 2003 )
I. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah akhir dalam proses keperawatan untuk menilai
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah
berhasil dicapai. Ada dua tipe pernyataan evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Tujuan evaluasi itu sendiri untuk menilai kemampuan klien
dalam mencapai tujuan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan, mengakhiri,
memodifikasi, dan meneruskan tindakan yang sudah diberikan. ( Nursalam, 2003 ).
Penulis : Seruni Dewi Hermanto, A.Md.Kep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar