CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )
A. PENGERTIAN
Gagal
ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal
ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung
beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai
dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.
secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology
CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan
CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
B. ETIOLOGI
·
Infeksi misalnya pielonefritis
kronik, glomerulonefritis
·
Penyakit vaskuler hipertensif
misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
·
Gangguan jaringan penyambung
misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik
progresif
·
Gangguan kongenital dan
herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
·
Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
·
Nefropati toksik misalnya
penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
·
Nefropati obstruktif misalnya
saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran
kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
·
Batu saluran kencing yang
menyebabkan hidrolityasis
C. PATOFISIOLOGI
Pada
waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
-
Stadium 1 : penurunan cadangan
ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
-
Stadium 2 : insufisiensi
ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN
) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
-
Stadium 3 : gagal ginjal
stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan
stadium dari tingkat penurunan LFG :
-
Stadium 1 : kelainan ginjal
yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90
ml / menit / 1,73 m2
-
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria
persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
-
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
-
Stadium 4 : kelainan ginjal
dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
-
Stadium5 : kelainan ginjal
dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT (
Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (
ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi
klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a.
Gejala dini : lethargi, sakit
kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi
b.
Gejala yang lebih lanjut :
anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada
kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada
tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik
menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Manifestasi
klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.
Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak
nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b.
Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan
sputum kental dan riak, suara krekels.
c.
Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d.
Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan
terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi
otot – otot ekstremitas.
e.
Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku
tipis dan rapuh.
f.
Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan
ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa,
gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan
cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi
dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System
hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya
produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam
memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
-
hematologi
Hb,
Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
-
RFT ( renal fungsi test )
ureum
dan kreatinin
-
LFT (liver fungsi test )
-
Elektrolit
Klorida,
kalium, kalsium
-
koagulasi studi
PTT,
PTTK
-
BGA
2. Urine
-
urine rutin
-
urin khusus : benda keton,
analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
-
ECG
-
ECO
4. Radidiagnostik
-
USG abdominal
-
CT scan abdominal
-
BNO/IVP, FPA
-
Renogram
-
RPG ( retio pielografi )
E. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a)
Konservatif
-
Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
-
Observasi balance cairan
-
Observasi adanya odema
-
Batasi cairan yang masuk
b)
Dialysis
-
peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus
– kasus emergency.
Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
-
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis
namun untuk mempermudah maka dilakukan :
-
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
-
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi
ke jantung )
c)
Operasi
-
Pengambilan batu
-
transplantasi ginjal
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1.
Penurunan curah jantung
2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3.
Perubahan nutrisi
4.
Perubahan pola nafas
5.
Gangguan perfusi jaringan
6.
Intoleransi aktivitas
7.
kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8.
resti terjadinya infeksi
J. INTERVENSI
1.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan
bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat
dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a.
Auskultasi bunyi jantung dan
paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.
Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.
Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi,
rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.
Kaji tingkat aktivitas, respon
terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan
H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
a.
Kaji status cairan dengan
menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit
tanda-tanda vital
b.
Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB
ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c.
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama
pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.
Anjurkan pasien / ajari pasien
untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input
dan output
3.
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.
Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b.
Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi
toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
c.
Beikan makanan sedikit tapi
sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
masukan makanan
d.
Tingkatkan kunjungan oleh orang
terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan
meningkatkan aspek sosial
e.
Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan
stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi
masukan makanan
4.
Perubahan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis
respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a.
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b.
Ajarkan pasien batuk efektif
dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran O2
c.
Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d.
Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah
terjadinya sesak atau hipoksia
5.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria
hasil :
-
Mempertahankan kulit utuh
-
Menunjukan perilaku / teknik
untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.
Inspeksi kulit terhadap
perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b.
Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau
hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c.
Inspeksi area tergantung
terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak
/ robek
d.
Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem ,
jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e.
Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan
kulit
f.
Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko
kerusakan kulit
g.
Anjurkan pasien menggunakan
kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan
risiko cedera
h.
Anjurkan memakai pakaian katun
longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan
aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a.
Pantau pasien untuk melakukan
aktivitas
b.
Kaji fektor yang menyebabkan
keletihan
c.
Anjurkan aktivitas alternatif
sambil istirahat
d.
Pertahankan status nutrisi yang
adekuat
7.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis
(hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
a.
Kaji ulang penyakit/prognosis
dan kemungkinan yang akan dialami.
b.
Beri pendidikan kesehatan
mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan
hemodialisa ).
c.
Libatkan keluarga dalam
memberikan tindakan.
d.
Anjurkan keluarga untuk
memberikan support system.
e.
Evaluasi pasien dan keluarga
setelah diberikan penkes.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Jakarta
: EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung
: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M
Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep
Kllinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta
: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G
Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Jakarta
:EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3.
Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI