Senin, 25 Februari 2013

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Pneumothorak ( Respiratory System )


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.  ( Aru W. Sudoyono dkk, 2007 : hal 1063 )
Pneumothorak adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru. terdapat berbagai jenis pneumothorak; terbuka, spontan, dan tension pneumothorak. ( Elizabeth J. Corwin, 2009 : hal 550 )
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps. ( Subianto, Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Pneumothorak. Diambil pada tanggal 10 Juli 2012 pukul 10:01 dari webside http://teguhsubianto.asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-pneumothorak   )
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. ( wikipedia. ( 2008 ). Pneumothorak. Diakses pada tanggal 9 Juli 2012 pukul 23.50 WIB dari webside http://en.wikipedia.org  )

B.     Etiologi dan Klasifikasi
1.      Pneumothorak spontan
Pneumothorak spontan adalah setiap pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab ( trauma ataupun iatrogenic ). Pneumothorak spontan dibagi berdasarkan penyebab dalam 2 jenis yaitu :
a.       Pneumothorak Spontan Primer ( PSP )
Pneumothorak Spontan Primer ( PSP ) adalah suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu yang sehat, tidak berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat justru terjadi pada istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.

b.      Pneumothorak Spontan Sekunder ( PSS )
Pneumothorak Spontan Sekunder ( PSS ) adalah suatu pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya ( Tuberkulosis Paru, PPOK, Asma Bronkial, Pneumonia, Tumor Paru, dan sebagainya)

2.      Pneumothorak traumatic
Pneumothorak traumatic adalah pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. pneumothorak traumatic diperkirakan 40% dari semua kasus pneumothorak. Pneumothorak traumati tidak harus dusertai fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumothorak. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun saat dilakukan kanulasi vena sentral ( Loddenkemper, 2003 ).

C.    Patofisiologi
1.      Proses perjalanan penyakit
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai  perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
a.       Kegagalan ventilasi
b.      Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
c.       Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia.

2.      Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesa, gejala-gejala ynag sering muncul adalah sesak napas, nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk, batuk-batuk. Adapun berdasarkan hasil pemeriksaan fisis didapatkan suara napas melemah sampai hilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor. Fremitus raba menurun. Adanya ketidak simetrisan antara dinding dada saat klien ekspirasi. Pneumothorak tension dicurigai apabila didapatkan adanya takikardi berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum atau trakea.

3.      Komplikasi
a.       Tension pneumothorak
Keadaan dimana terjadi mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam  rongga pleura. Tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan yang berlebihan di pleura. Hal ini mengakibatkan terdorongnya jantung dan pembuluh darah besar ke sisi yang berlawanan sehingga terjadi gangguan pada system kardiovaskuler.

b.      Penumotoraks Bilateral
Adanya pneumothorak pada salah satu sisi paru dapat mengakibatkan  peningkatan pada tekanan intrapleura. Bila peningkatan terjadi secara terus menerus menyebabkan meluasnya kompresi udara hingga ke bagian paru pada sisi yang sehat sehingga mengakibatkan kolapsnya paru sisi sehat ( bilateral pneumothorak ).

c.       Empisema
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi akibat dari kollapsnya jalan untuk mengeluar udara sehingga udara terperangkap dan akan terjadi kerusakan area distal dinding bronkiolus ( alveoli ) . keadaan ini mengakibatkan menurunnya permukaan alveoli sehingga terjadi kerusakan pertukarankan adanya gas.

d.      Gagal napas
Adanya akumulasi udara pada rongga pleura mengakibatkan adanya penekanan  pada paru. adanya penekanan pada paru ini mengakibatkan kollapsnya alveoli dan mengakibatkan rusaknya pertukaran gas sehingga terjadilah gagal napas.

e.       Efusi pleura
Adanya pergeseran jantung dan pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrapleura oleh udara dapat menyebabkan kelainan pada aliran darah paru. sehingga terjadilah bendungan aliran darah dan terjadilah perbedaan tekanan hidrostatika. Adanya perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan merembesnya cairan dari pembuluh darah paru ke rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya efusi pleura.

D.    Penatalaksanaan Medis
1.      Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.       Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil ( bila diakibatkan oleh traumatic ), sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.

b.      Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.

c.       Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.


2.      Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.       Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband minimal 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

b.      Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.

c.       Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
1)      Penetapan slang.
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.

2)      Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d.      Mendorong berkembangnya paru-paru.
1)      Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
2)      Latihan napas dalam.
3)      Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
4)      Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e.       Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

f.       Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
1)      Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
2)      Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g.      Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1)      Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2)       Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3)      Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4)      Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5)      Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6)      Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

h.      Dinyatakan berhasil, bila :
1)      Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
2)      Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3)      Tidak ada pus dari selang WSD.

E.     Pengkajian Keperawatan
1.      Aktifitas / Istirahat
Gejala        :           Dispnea dengan aktivitas maupun istirahat.


2.      Sirkulasi
Tanda        :             Takikardi, frekuensi tidak teratur / dtsritmia, TD: Hipertensi/Hipotensi, Pucat, Hb turun /normal

3.       Integritas ego
Tanda        :           Ketakutan, gelisah

4.       Makanan / Cairan
Tanda     :              Adanya pemasanga IV vena sentral /infuse tekanan

5.      Nyeri/Kenyamanan
Gejala     :                Nyeri dada unilateral, meningkat karna pernapasan, batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen(effuse pleura)
Tanda     :                Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan kening

6.      Pernafasan
Gejala     :                Kesulitan bernafas, lapar napas, Batuk, riwayat bedah dada/tarauma: penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru(empisema/effuse), penyakit interstisial menyebar(sarkoidosis), keganasan( mis. Obstruksi tumor), Pneumothoraks spontan sebelumnya : ruptur empisemtous bula spontan, bleb subpleural(PPOM)
Tanda     :                Peningkatan frekuensi/ takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher: rekraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun atau tak ada, fremtus menurun . Perkusi dada : Hiperresonan di atas area dada terisi udara (pnumothoraks), bunyi pekak diatas area dada yang terisi cairan(hematoraks). Observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama(paradoksis) bila trauma atau kempes, penurunan pengembanan toraks(area yang sakit). Kulit: sianosis, berkeringat, kreatipikasi subkutan(udara pada jaringan dengan palpasi). Mental : ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Penggunaan vebtilasi mekanik tekanan positif/terapi PEET

7.      Keamanan
Gejala     :                Adanya trauma dada, Radiasi / kemoterapi untuk keganasan


Pemeriksaan Diagnostik
1.      Ro. Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung). Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lussens karna berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut. Pada tension pneumothorak  gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemithorak yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser kearah kontralatreal.
   
2.      Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.

3.      Torakasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.

4.      Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

F.     Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.       Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.      Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat
5.      Gangguan  mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
6.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD

G.    Perencanaan Keperawatan
1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal.
Tujuan                   : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil          :
a.       Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
b.      Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c.       Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :
a.       Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional      :    Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

b.      Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional     :    Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

c.       Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional      :    Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik

d.      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasional      :    Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

e.       Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional      :    Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

f.        Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1)      Periksa pengontrol penghisap untuk tekanan hisapan yang benar.
Rasional     :    Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan
2)      Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
Rasional     :    Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural
3)      Observasi gelembung udara botol penampung.
Rasional     :    gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4)      Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bila perlu.
Rasional     :    Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan

                  
5)      Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
Rasional     :    Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi

g.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)      Pemberian terapi oksigenasi
2)      Konsul photo toraks.
3)      Fisioterapi dada untuk melatih pengembangan paru
Rasional     :    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan                     : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil           :
a.       Menunjukkan batuk yang efektif.
b.      Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
c.       Klien nyaman.

Rencana tindakan :
a.       Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Rasional      :    Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

b.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk : napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. Lakukan pernapasan diafragma : Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
Rasional      :    Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. Dengan duduk memungkinkan ekspansi paru lebih luas. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Menahan napas selama 3-5 detik berfungsi untuk meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. Adanya pengulangan ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

c.       Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional      :    Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis

d.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Rasional      :    menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.

e.       Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Rasional      :    Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut

f.       Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)      Pemberian expectoran
2)      Fisioterapi dada.
3)      Konsul photo toraks.
Rasional     :    Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan                : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil       :
a.       Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
b.      Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
c.       Pasien tidak gelisah.

Rencana tindakan :
a.       Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
Rasional      :    Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

b.      Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Rasional      :    Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya

c.       Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional      :    Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.

d.      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional      :    Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

e.       Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional      :    Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik

f.       Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
Rasional      :    Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

g.       Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional      :    Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat



4.      Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat.
Tujuan                :           Klien mempertahankan keseimbangan cairan selama prosedur tindakan WSD
Kriteria Hasil      :
a.        memiliki drainage output yang optimal
b.      turgor kulit spontan
c.        tanda–tanda vital dalam batas normal
d.       mempertahankan Hb
e.       hematokrit dan elektrolit dalam batas normal
f.        Orientasi adekuat dan klien dapat beristirahat dengan nyaman.

Rencana tindakan :
a.       Catat drainage output setiap jam sampai delapan jam kemudian 4 – 8 jam
Rasional       :    40 – 100 ml cairan sangonius pada jam 8 post op adalah normal, tetapi kalau ada peningkatan mungkin menunjukan indikasi perdarahan.     

b.      Observasi tanda–tanda dehidrasi
Rasional       :    Hipotensi, takikardi, takipnea, penurunan kesadaran, pucat diaporosis, gelisah merupakan tanda–tanda perdarahan yang mengarah defisit volume cairan.

c.       Berikan intake yang optimal bila perlu melalui parenteral
Rasional       :    Intake yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan suplemen tambahan.



5.      Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
Tujuan                  :    Klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat selama pemasangan WSD
Kritera Hasil         :
a.       Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak
b.      klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya
c.        mobilitas fisik sehari – hari terpenuhi

Rencana tindakan :
a.       Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD
Rasional      :    Mengetahui tangda – tanda awal terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi.

b.      Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari – hari
Rasional      :    Nyeri yang meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari mengalami gangguan.

c.       Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat insersi.
Rasional      :    Mencegah stasis vena dan kelemahan otot

d.      Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi
Rasional      :    Mencegah stiffness dan kontraktur dari kurangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi
e.       Berikan tindakan distraksi dan relaksasi
Rasional      :    Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari.

6.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
Tujuan              :    Klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD
Kriteria Hasil   :
a.       Bebas dari tanda–tanda infeksi : tidak ada kemerahan, purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa.
b.      Tanda – tanda vital dalam batas normal.

Rencana tindakan :
a.       Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD
Rasional      :    Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal

b.      Kaji tanda – tanda infeksi
Rasional      :    Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi

c.       Monitor reukosit dan LED
Rasional      :    Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi

d.      Dorongan untuk nutrisi yang optimal
Rasional      :    Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune

e.       Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic
Rasional      :    Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
f.       Bila perlu berikan antibiotik sesuai program
Rasional      :    Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme.
H.    Implementasi
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : Independen, Dependen, dan Interdependen. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. ( Nursalam, 2003 )

I.       Evaluasi
Evaluasi adalah langkah akhir dalam proses keperawatan untuk menilai seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Ada dua tipe pernyataan evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Tujuan evaluasi itu sendiri untuk menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan, mengakhiri, memodifikasi, dan meneruskan tindakan yang sudah diberikan. ( Nursalam, 2003 ).




Penulis : Seruni Dewi Hermanto, A.Md.Kep




Tidak ada komentar:

Posting Komentar